Sejarah Mendaratnya Tentara Jepang di Eretan
Jepang mendarat di Eretan (Sumber gambar) |
Indramayu disebut-sebut dalam pelajaran sejarah atau Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) karena salah satu wilayahnya tercantum di buku-buku pelajaran tersebut. Daerah tersebut adalah Eretan yang masuk dalam wilayah Kecamatan Kandanghaur kabupaten Indramayu.
Setelah melalui penelusuran dengan sesepuh Eretan Kulon, tempat mendaratnya Jepang di Eretan tersebut sudah terkena abrasi lokasinya berada di seberang Balai Desa Kertawinangun Kecamatan kandanghaur. Kapan dan bagaimana sejarah pendaratan Jepang di Eretan berikut ceritanya?.
Tanggal 3 Maret 1942 tersiar berita di indramayu bahwa balatentara Jepang telah mendarat di Eretan, tepatnya di Kampung Sumur Sereh ada juga yang menyebut Sumur Cere. Sebenarnya pendaratan itu terjadi pada tanggal 1 Maret 1942, akan tetapi komunikasi antara Indramayu dengan Eretan terputus, maka berita pendaratan itu baru sampai di Indramayu pada tanggal 3 Maret 1942.
Sebagian besar dari mereka bergerak menuju Kalijati. Pada tanggal 1 Maret 1942 mereka menduduki Subang dan Kalijati. Beberapa kali balatentara Belanda mencoba merebut Subang kembali, akan tetapl tidak pernah berhasil.
Tentara Belanda menyerah kepada Jepang di Kalijati Subang (Sumber Gambar) |
Kemudian pada tanggal 7 Maret 1942 pemerintah Belanda yang diwakili oleh Gubernur Jenderal Tjarda Van Starkenborg dan Jenderal Hein Ter Poorten. menandatangani penyerahan tanpa syarat kepada Balatentara Jepang, Sejak saat itu seluruh Indonesia telah menjadi milik bangsa Jepang begitu juga dengan Indramayu sudah dikuasai Jepang sejak tanggal 3 Maret 1942.
Dimana-mana rakyat bergembira menyambut balatentara Jepang , walaupun rakyat di Indramayu dan sekitarnya tidak memahami bahasa Jepang. Begitu juga dengan tentara Jepang yang tidak memahami bahasa Indonesia sehingga mereka lebih sering menggunakan bahasa isyarat yang sering mengakibatkan sering salah komunikasi. Orang Jepang selalu menamakan dirinya taudara tua, dan kitapun tidak keberatan disebut saudara mudanya.
Pada tangal 3 Maret 1942 mereka sudah menginjakkan kakinya di kota Indramayu. Pendopo Kabupaten dijaga oleh beberapa orang tentara Jepang. Jika dilihat dari tanda pangkatnya, sepertinya prajurit biasa saja, akan tetapi siapapun yang melewati mereka harus memberi hormat. Begitu juga yang naik sepeda pun harus turun kemudian memberi hormat. Jika tidak memberi hormat maka resikonya dia akan ditempeleng oleh prajurit tersebut.
Suasana mulai jadi berubah, rasa simpati sedikit demi sedikit mulai luntur dan diringi oleh rasa takut tapi benci dan muak. Indramayu seakan merupakan kota yang mati, sepi dan lengang. Semua penduduk lebih senang tinggal di rumah, tidak ada risiko, walaupun serba kekurangan.
Hubungan dengan daerah lain terputus, karena banyak jembatan yang dirusak oleh tentara Belanda termasuk jembatan satu-satunya di Indramayu yang menghubung Indramayu sebelah barat dan sebelah timur dirusak.
Mulailah tentara pendudukan Jepang mengatur jalannya pemerintahan di Indramayu. Yang menjadi Bupati pada saat itu adalah RAA. Moh. Sediono, yang memerintah di Indramayu dari tahun 1933-1944. Pada dasarnya susunan pemerintah yang lama dipertahankan hanya nama-nama wilayah yang diubah.
Kabupaten diganti dengan "Ken" dan Bupatinya disebut "Kenco", Kawedanan diganti menajadi "gun" dan Wedananya disebut "Gunco". Kecamatan diganti menjadi "Son" dan Camatnya disebut "Sonco". Kemudian Desa, desa dinamakan "Ku" dan Kuwunya disebut "Kunco”.
Berbeda dengan zaman Belanda dimana pemerintahan di Indonesia hanya ada satu pemerintahan Sipil, maka pada zaman Jepang terdapat tiga pemerintahan militer pendudukan yaitu:
1. Tentara Keenambelas di pulau Jawa dan Madura dengan pusatnya di Batavia (kemudian dinamakan Jakarta).
2. Tentara Keduapuluhlima di pulau Sumatera dengan pusatnya di Bukit Tinggi.
3. Amada Selatan kedua di Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tengara, Maluku dan Irian Barat, dengan pusatnya di Makasar.
Dengan didudukinya Indonesia oleh tentara Jepang, maka mula-mula diadakan pemerintahan pendudukan militer di pulau Jawa yang sifatnya sementara, sesuai dengan Undang-undang No. 1 pasal 1 yang dikeluarkan oleh Panglima Tentara Keenambelas pada tanggal 7 Maret 1942 yang antara lain berbunyi Balatentara Nippon melangsungkan pemerintahan Militer untuk sementara waktu di daerah yang ditempatinya, agar memulihkan keamanan dengan cepat.
Artikel ini dikutip dari Buku Sejarah Indramayu Cetakan ke-3 Karya H.A. Dasuki tahun 1960.
Get notifications from this blog